Pembuatan Patung di Tengah Kondisi Rakyat Kian Terkatung


Oleh Khatimah

Pegiat Dakwah


Seperti yang kita ketahui bersama, Indonesia saat ini tengah berusaha bangkit pasca berlalunya pandemi. Hanya saja, semua menjadi tidak mudah ketika berbagai permasalahan hidup kian mendera masyarakat. Mulai dari himpitan ekonomi di mana harga-harga kebutuhan pokok melambung tinggi, biaya pendidikan dan kesehatan yang semakin mahal sementara daya beli dan kemampuan mereka sangat rendah. Mirisnya, penderitaan itu seolah semakin dirasa menyesakkan dada, tatkala mendapati rencana akan dibangunnya patung Soekarno dengan biaya yang fantastis. Hal ini kontan mendapat reaksi dari  sebagian kalangan.

Sebagaimana yang dilakukan Forum Tokoh dan Advokat Jawa Barat, mereka menggelar aksi damai di depan Gedung Sate Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Jumat (25/8/2023). Mereka berkumpul guna menolak pembuatan Patung Soekarno di sejumlah daerah Jawa Barat. Rencananya proyek ini akan dilaksanakan di antaranya di kawasan Walini Kecamatan Cikalongwetan, Kabupaten Bandung Barat. Dana yang dibutuhkan diperkirakan akan menelan sekitar Rp20 triliun, sungguh sebuah nilai yang fantastis dan terlalu berlebihan untuk sekedar membangun patung sang Proklamator. (DetikJabar, 25/8/2023) 

MUI bersama sejumlah tokoh Islam berusaha menyampaikan aspirasi terkait pembangunan patung itu karena selain adanya keharaman dari sisi syariat juga mendapati mudarat yang lebih besar dibanding mendatangkan maslahat bagi rakyat. Proyek tersebut dianggap sangat melukai hati masyarakat dan terkesan dipaksakan di tengah kondisi mayoritas rakyat yang  tengah terpuruk dan berada di bawah garis kemiskinan. Menurut Bank Dunia, dari 40% warga miskin di Indonesia terdapat 81 juta warga milenial tidak memiliki rumah dan 20 juta lainnya tinggal di kediaman tidak layak huni.

Tidak sedikit rakyat Indonesia terutama yang berada di pelosok masih belum bisa merasakan layanan kesehatan karena di wilayahnya masih belum memiliki dokter,  aspek pendidikan pun masih minim, ditambah lagi akses jalan yang belum baik. Terlebih Indonesia dikenal sebagai negara yang mayoritas penduduknya muslim, yang memiliki sudut pandang tersendiri mengenai pembuatan patung yang notabene jelas dilarang, apalagi jika alasannya hanya sebatas terpuaskannya nilai estetika saja. Padahal di sisi lain, puluhan juta rakyat membutuhkan sarana dan prasarana untuk menunjang kehidupan sehari-hari. 

Inilah dampak dari diterapkannya sistem kapitalisme sekular, penguasa cenderung abai akan urusan rakyatnya. Negara yang seharusnya mengayomi dan mewujudkan kesejahteraan bagi masyarakat, justru lebih fokus pada hal-hal yang tidak urgen di tengah masih banyak rakyat yang hidupnya terkatung-katung.

Sekularisme yang merupakan produk turunan kapitalisme, meniscayakan terpisahnya agama dari kehidupan. Maka wajar jika proyek pembuatan patung tersebut mengabaikan nilai-nilai aturan Pencipta, tidak pernah ada pertimbangan halal-haram atau boleh tidaknya perbuatan itu dilakukan. 

Berbeda dengan kapitalis, Islam dengan tegas mengharamkan aktivitas memahat dan membuat patung juga mahluk yang bernyawa lainnya, hal ini didasarkan pada  hadis Rasulullah saw. yang artinya:

"Setiap tukang gambar kelak ada di neraka. Setiap gambar yang ia buat akan di beri jiwa yang kelak akan mengalah dirinya di neraka jahanam. Karena itu jika kamu terpaksa menggambar, gambarlah pohon dan apa saja yang tidak memiliki nyawa". (HR. Ahmad) 

Sebagai negara yang mayoritas muslim, sudah seharusnya rakyat Indonesia menolak pembangunan tersebut, karena tidak memberi kemaslahatan bagi rakyat. Untuk itu perlu ada sikap tegas untuk menyampaikan aspirasi, dan dalam hal ini peran ulama sangat dibutuhkan, sebagai garda terdepan dalam melakukan amar ma'ruf nahi munkar kepada penguasa, sebagai bentuk sinergi yang sesungguhnya. 

Cukuplah kisah kaum Ad dan Tsamud, kita jadikan pelajaran, di mana mereka dikenal sebagai kaum pembangun. Bangunan yang mereka dirikan sangat  megah, tentu hal ini sangat membanggakan di zamannya, saat teknologi belum secanggih saat ini. Namun karena mereka membangkang terhadap risalah nabi Hud yang di utus Allah Swt. dan lebih memilih untuk menyembah berhala, bersikap sewenang-wenang terhadap yang lemah, bahkan menantang untuk didatangkan adzab. 

Kemudian Allah datangkan kekeringan selama tiga tahun, dengan munculnya awan hitam yang mengelilingi negeri tersebut. Mereka mengira jika hujan akan turun, padahal sebaliknya awan-awan membawa angin yang sangat kencang sehingga membuat rusak seluruh benda yang ada di negeri itu. Akhirnya kaum ini musnah,  tak ada yang tersisa dari mereka.

Dari peristiwa itu kita bisa mengambil  pelajaran untuk tidak berbangga dengan bangunan megah terlebih patung-patung yang mengundang murka Allah. Karena hal tersebut  merupakan bentuk pembangkangan terhadap larangan Allah Swt.

Oleh karena itu agar berbagai penyimpangan termasuk pembuatan patung mesti ditolak dan dihentikan.Tentu solusinya tidak cukup hanya dengan menjelaskan hukum dari pembuatan patung, tetapi harus dari akarnya. Sistem kapitalisme sekular memberikan peluang sangat besar karena mengagung-agungkan kebebasan. Maka solusi mengakar haruslah ganti sistem menjadi sistem Islam di mana penguasanya akan menempatkan kemaslahatan dan kesejahteraan umat sebagai prioritas utama, juga mengkondisikan masyarakat pada ketaatan sebagai perwujudan sabda Rasulullah saw.:

"Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggung jawaban atas yang dipimpinnya".  (HR. Al-Bukhari)


Wallahua'lam bish shawwab.

Comments

Popular posts from this blog

Danramil/ 05 Tanjung Balik Laksanakan Penanaman Vetiver

Latihan Staf Operasional Super Garuda Shield