Inilah Problematika Pendidikan di Indonesia

 

Oleh: Sri Rahmatul Aulia 


Problematika pendidikan di Indonesia semakin kompleks, dimana permasalahan pendidikan muncul seiring perkembangan zaman dan berganti-gantinya kebijakan sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan pemerintah, salah satu kebijakannya yaitu sistem zonasi. Tapi setelah berjalan lima tahun, kebijakan sistem zonasi pada Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) masih memunculkan persoalan yaitu: adanya dugaan kecurangan, migrasi KK, manipulasi KK, dan jual beli kursi. Berdasarkan catatan Tempo, praktik curang ini terjadi disejumlah daerah mulai dari Bogor, Bekasi, hingga kepulauan Riau. 


Manipulasi dan pemalsuan KK berasal dari Bogor, Bekasi dan Pekanbaru. Ditemukan sejumlah nama calon siswa yang beralamat dikontrakan atau kos kosong, ataupun kos yang dihuni para pekerja. Selain itu, ada juga dugaan menitipkan identitas di KK terdekat zonasi dengan membuat KK palsu (online tempo, 13/07/2023).


Kebijakan zonasi pada mulanya bertujuan baik, yakni menghilangkan tensi favoritisme sekolah dan pemerataan akses dalam dunia pendidikan. Ini karena tidak dimungkiri adanya sekolah favorit atau non favorit yang memang menjadi jurang, seakan ada polarisasi tersendiri antara sekolah anak pintar dan tidak pintar. Dengan adanya kebijakan sistem zonasi pemerintah berharap setiap siswa dapat menikmati layanan pendidikan secara merata dan polarisasi tadi dapat diminimalisasi. Tetapi adanya pemalsuan KK, surat administrasi, dan kecurangan lainnya yang terjadi dibeberapa daerah membuktikan bahwa PPDB belum berhasil melakukan pemerataan dengan menghilangkan label sekolah favorit.


Ada dua masalah pokok yang luput dari perhatian pemerintah. Pertama, cara pandang masyarakat mengenai sekolah favorit dan non favorit ini sendiri tidak lepas dari paradigma pendidikan sekuler kapitalis yang mengukur segalanya dari materi. Orang tua menganggap bahwa sekolah favorit (unggulan) hanyalah untuk orang-orang yang pintar dan kaya saja, sedangkan orang-orang yang “tidak pintar” hanya bisa bernaung di sekolah ala kadarnya yang minim fasilitas dan prasarana. Akhirnya keberhasilan seorang anak hanya diukur dengan materi saja, anak itu sukses karena dia belajar di sekolah yang fasilitas, tunjangan, dan sarana prasarananya bagus. Pandangan materi inilah yang menjadi ciri khas kehidupan masyarakat kapitalis.


Kedua, sistem zonasi bertujuan untuk meratakan pendidikan? tapi dengan diberlakukan zonasi tetap tidak ada perubahan dengan pemerataan pendidikan di Indonesia sampai sejauh ini. Bila sarana dan prasarana di semua sekolah sama-sama memenuhi standar, maka tanpa sistem zonasi masyarakat di sekitar sekolah akan lebih memilih sekolah yang berada di dekat rumahnya. Selama ini sekolah favorit identik dengan sekolah yang fasilitasnya lengkap seperti: lab komputer yang berfungsi dengan baik, perpustakaan yang lengkap bukunya, ruang kelas yang nyaman, dan lain sebagainya.


Bila sarana dan prasarana di suatu sekolah sudah lengkap dan berfungsi dengan baik, maka secara tidak langsung proses pembelajaran akan berlangsung dengan baik juga. Akan tetapi apabila sarana dan prasarananya kurang atau tidak lengkap, bukankah tidak mungkin gedung, laboratorium, dan ruang kelas ditukar dengan sekolah lainnya? Artinya, dari aspek penyediaan fasilitas sekolah, pemerintah lalai memberikan pelayanan pendidikan secara merata. Jangan heran jika sistem zonasi akan menghadapi polemik tahunan.


Bagaimana solusinya? Yakni dengan mengubah paradigma masyarakat tentang sekolah dan sistem yang menaunginya. Dalam Islam, kepala negara (Khalifah) adalah pihak yang paling bertanggung jawab untuk menyelenggarakan sistem pendidikan yang berkualitas dan unggul. Negara hadir sebagai pelaksana dalam pelayanan pendidikan, hal ini karena islam telah menempatkan negara sebagai penangungjawab pengurusan seluruh urusan umat. Apa sajakah perannya?


Pertama dengan menerapkan sistem pendidikan berbasis aqidah islam. Pendidikan berlandaskan akidah islam akan menempatkan posisi Al-Quran sebagai sumber dari segala sumber ilmu. Artinya, semua materi pelajaran diarahkan proses pembelajarannya berdasarkan petunjuk Al-Quran, termasuk proses pembelajaran sains dan tekhnologi. Karena visi misi sekolah ialah membentuk generasi berkepribadian islam, menguasai tsaqafah islam, dan ilmu-ilmu kehidupan (iptek dan keterampilan). Jadi pandangan masyarakat terkait sekolah favorit dan non favorit akan berubah seiring diterapkannya pendidikan islam. Dengan begitu anak tidak hanya cerdas secara akademis tapi juga memiliki akhlak mulia.


Kedua, negara wajib menyediakan infrastruktur pendidikan yang cukup memadai di setiap daerah, seperti gedung-gedung sekolah, laboratorium, balai-balai penelitian, buku-buku pelajaran, teknologi yang mendukung KBM, dan sebagainya. Negara juga wajib menyediakan tenaga-tenaga pengajar yang ahli di bidangnya (profesional), sekaligus dengan gaji yang cukup bagi guru dan pegawai yang bekerja di kantor dan lembaga pendidikan. Adapun persoalan anggaran pendidikan, negara lah yang mengatur anggaran secara terpusat, seluruh pembiayaan pendidikan berasal dari baitul mal yakni: pos fai’ dan kharaj serta pos kepemilikan umum. Dan negara juga mampu memenuhi seluruh kebutuhan pendidikan rakyatnya. Alhasil pendidikan islam menjamin pemerataan di seluruh wilayah negara, baik diperkotaan maupun di pedesaan dalam kondisi sekolah yang dikelola secara baik oleh negara, baik secara kualitas maupun kuantitas  keberlangsungan pendidikan akan berjalan dengan khidmat tanpa kisruh, dan tidak akan ada lagi yang namanya migrasi KK, manipulasi KK,  jual beli kursi, dan dugaan kecurangan lainnya. 


Dengan begitu, tanpa adanya sistem zonasi para siswa mau disekolahkan dimana saja karena fasilitasnya yang merata. Sistem pendidikan seperti inilah yang mampu menyediakan pendidikan berkualitas dan dapat diakses oleh seluruh warga negara tanpa diskriminasi.


dilansir :

PPDB

Pendidikan

Comments

Popular posts from this blog

Danramil/ 05 Tanjung Balik Laksanakan Penanaman Vetiver

Latihan Staf Operasional Super Garuda Shield