Wajah Baru MUI, Mampukah Menyandang Predikat "Ulama Pewaris Nabi"?

 


Oleh : Nur Fitriyah Asri
Pengurus BKMT Kabupaten Jember, Pegiat Literasi

Majelis Ulama Indonesia (MUI) periode kepengurusan 2020-2025 resmi diumumkan, Rabu 26/11/2020. Miftahul Akyar terpilih sebagai Ketua Umum MUI. Sejumlah nama baru muncul dan hilangnya 
sejumlah ulama yang kritis dan keras mengkritik penguasa tersingkir dari kepengurusan. Di antaranya Din Syamsuddin tergantikan oleh Ma'ruf Amin. Wakil Presiden RI itu mengemban jabatan Ketua Pertimbangan MUI.

Selain nama Din Syamsudin yang hilang, juga mantan bendahara Yusuf Muhammad Martak, mantan wasekjen  Tengku Zulkarnain, dan mantan sekretaris wantim Bachtiar Nasir. Keempatnya dikenal keras mengkritik penguasa. Din aktif di Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI), dan selainnya merupakan pentolan 212.

Menurut pengamat politik Universitas Al-Azhar Indonesia Ujang Khomarudin, dalam Munas MUI tahun ini, Ma'ruf Amin memimpin Tim Formatur yang terdiri dari tujuh belas ulama. Tim ini menentukan siapa saja yang akan berada di pucuk pimpinan MUI, termasuk ketua umum MUI. Diduga ada skenario mirip seperti yang terjadi di DPR RI. Kubu pemerintah merangkul sebanyak-banyaknya rekan koalisi dan menyingkirkan yang bernada sumbang.

Manuver Ma'ruf Amin di MUI sangat kentara. Memunculkan dugaan kuat campur tangan pemerintah di tubuh MUI. Bukankah Ma'ruf Amin seorang wapres? Tentu pemerintah ingin Majelis Ulama Indonesia dalam kendalinya. Sehingga kekritisannya akan hilang dan bisa dikendalikan," ujar Ujang kepada CNNIndonesia.com. (27/11/2020).

Sementara, peneliti politik LIPI Siti Zuhro menilai ada upaya penyeragaman suara di MUI. Semua kekuatan dikooptasi, seperti di zaman Orde Baru.
Terbukti adanya sejumlah ulama yang berseberangan dengan penguasa tidak lagi berada dalam kepengurusan MUI.

Hal tersebut diakui oleh Wakil Ketua Komisi VIII DPR di bidang keagamaan, Ace Hasan Syadzily menanggapi orang-orang yang kritis dan suka mengkritisi tidak lagi menjabat dalam kepengurusan MUI, menegaskan bahwa MUI bukan organisasi politik. Ace berharap kepengurusan yang baru, bisa mengedepankan Islam Moderat.

Tampak sekali penguasa ketakutan dengan kelompok Islam kanan yang dipelopori oleh HRS didukung oleh ulama mukhlis yang menentang ketidakadilan, kezaliman, dan menolak Islam Moderat yang sesat menyesatkan umat.    Berharap dengan menggandeng MUI tentu posisinya menjadi lebih aman.

Fakta itu nyata, bahwa ada upaya rezim mengebiri peran MUI. Semua itu membuktikan bahwa sistem sekuler semakin kuat dan dominan mewarnai pengambilan kebijakan. Sekularisme inilah biang kerok dari semua problematika umat. Karena memisahkan agama dari pengaturan kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Tolok ukur perbuatan bukan lagi haram dan halal, tapi berdasarkan manfaat dan hawa nafsunya. Merasa tidak diawasi Allah, sehingga perbuatannya bebas tanpa batas. 

Sehingga wajar, jika banyak ulama yang mendekat merapat kepada penguasa. Bukan untuk muhasabah lil hukkam (menasihati penguasa). Tetapi, menanggalkan predikatnya sebagai ulama pewaris nabi. Yakni sebagai alat untuk melegislasikan kebijakan-kebijakan penguasa yang merugikan rakyat.

Mereka itulah ulama suu' (jahat). Lebih memilih zona aman dan nyaman. Tidak berani melakukan aktivitas amar makruf nahi mungkar kepada penguasa. Ulama suu' silau terhadap harta dan jabatan. Misalnya, semula mengakui bahwa khilafah ajaran Islam, namun dengan mudah berbalik lidah. Mereka menjual agamanya dengan harga yang murah. 

Rasulullah saw. mengingatkan,  "Bencana bagi umatku datang dari ulama suu' yaitu ulama dengan ilmunya bertujuan mencari kenikmatan dunia, meraih gengsi dan kedudukan. Setiap orang dari mereka adalah tawanan setan. Ia telah dibinasakan oleh hawa nafsunya. Siapa saja yang kondisinya demikian, maka bahayanya terhadap umat datang dari beberapa sisi. Dari sisi umat, mereka mengikuti ucapan-ucapan dan perbuatan-perbuatannya. Ia membaguskan penguasa dengan berbohong menutupi dan memanipulasi fakta serta gampang mengeluarkan fatwa untuk penguasa. Pena dan lisannya mengeluarkan kebohongan dan kedustaan. Karena sombong, ia mengatakan sesuatu yang tidak ia ketahui." (Faydh al-Qadir, VI/369).

Jadi kerusakan yang terjadi pada umat dikarenakan rusaknya ulama. Sebagaimana yang dikatakan oleh Imam al-Ghazali,  "Sesungguhnya, kerusakan rakyat disebabkan oleh kerusakan para penguasanya, dan kerusakan penguasa disebabkan oleh kerusakan ulama, dan kerusakan ulama disebabkan oleh cinta harta dan kedudukan. Barang siapa dikuasai oleh ambisi duniawi ia tidak akan mampu mengurus rakyat kecil, apalagi penguasanya. Allah- lah tempat meminta segala persoalan." (Ihya' Ulumuddin II, hal. 381)

Artinya, ketika ulama berlaku lurus dan tegas kepada penguasa, hakikatnya ia telah mencegah sumber kerusakan. Sebaliknya tatkala ia berlaku lemah kepada penguasa zalim, saat itulah ia menjadi pangkal kerusakan.

Mereka tidak ada keberanian melakukan amar makruf nahi mungkar, jika para penguasa itu melakukan kesalahan. Padahal predikat terbaik bagi seorang ahli ilmu (ulama) adalah menjadi pewaris nabi, dan sebaik-baik para makhluk adalah pewaris nabi.

Adapun ciri-ciri ulama pewaris nabi yaitu:
1. Takut kepada Allah Swt. sebagaimana Allah berfirman:
".... Sesungguhnya golongan yang paling takut kepada Allah di antara hamba-hambanya ialah para ulama," (QS. al-Fathir [35]: 28).

Ibnu Abbas berkata, "Sesiapa yang takut akan Allah, maka dia adalah orang alim (ulama)."

2. Hatinya bersih daripada syirik dan maksiat, serta tidak tamak kepada makhluk di dunia. Tidak hasad dan dengki kepada orang yang lebih Alim daripadanya. Serta tidak mencari upahan dengan ilmunya.

3. Ulama pewaris nabi adalah dia meneruskan tugas Nabi, membersihkan hati umat daripada syirik dan maksiat. Mengajarkan Al-Qur'an dan Sunah dengan hikmah yang mendalam mengenai hukum-hukum syariat. Serta berdakwah dan memerintah untuk mengikuti perintah dan larangan Allah Swt.

Seharusnya seperti itulah fungsi  Majelis Ulama Indonesia (MUI), mencontoh
Ulama pewaris nabi. Berada di garda terdepan membela dan menjaga kemurnian Islam dan syariat-Nya. Mendidik umat dan meluruskan yang bengkok dengan petunjuk-Nya. Berteriak lantang terhadap berbagai kezaliman. Selalu mengontrol penguasa agar tidak melenceng dari syariat Islam. 
Rasulullah bersabda:

أَفْضَلُ الْجِهَادِ كَلِمَةُ عَدْلٍ عِنْدَ سُلْطَانٍ جَائِرٍ

“Jihad yang paling utama ialah mengatakan kebenaran (berkata yang baik) di hadapan penguasa yang zalim.” (HR. Abu Daud, Tirmidzi, Ibnu Majah)

Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga harus membentengi umat dari ide-ide kufur (sekularisme, pluralisme, liberalisme dan isme-isme lainnya). Mewaspadai arus moderasi yang menyesatkan umat, dengan memanfaatkan posisi ulama di MUI. Lebih utama dan penting lagi, menghentikan sistem yang rusak, kembali ke sistem Islam. 

Rasulullah saw. bersabda, "Sesungguhnya ulama di bumi adalah seperti bintang-bintang di langit yang memberi petunjuk di dalam kegelapan bumi dan laut. Apabila dia pterbenam, maka Jalan akan tampak kabur." (HR. Ahmad)

Mampukah MUI menyandang predikat al-'ulama warasatul anbiya sebagai pewaris nabi? Jangan berharap. Sebab,  selama asasnya sekularisme dan rezim ikut campur di dalamnya, tidak mungkin MUI bisa menyandang predi kat "Ulama pewaris nabi."
Jadi, umat Islam yang harus  memperjuangkan kembali sistem Islam yang diridai Allah Swt. dengan mencampakkan sistem kufur.  Menggencarkan dakwah, memahamkan wajibnya ber-Islam kafah. (QS. al-Baqarah [2]: 208)

Wallahu a'lam bishshawab

Comments

Popular posts from this blog

Danramil/ 05 Tanjung Balik Laksanakan Penanaman Vetiver

Latihan Staf Operasional Super Garuda Shield